Judul
: Salah Asuhan
Penerbit :
Pengarang :
Tahun
Terbit :
Jumlah
Halaman :
Kategori : Fiksi
Salah Asuhan
Sebuah perubahan zaman terlihat jelas ketika Belanda
menjajah bangsa Indonesia .
Belanda yang mengeruk sumber daya alam Indonesia melalui tangan bangsanya
sendiri. Belanda membawa budaya baratnya dan mempengaruhi orang-orang yang
mereka sebut pribumi. Mereka hanya memperlakukan orang pribumi yang menjunjung
tinggi martabat Belanda. Tak terkecuali Hanafi, orang pribumi dari Solok yang
sangat dekat dengan Belanda. Ia sudah ditinggal mati ayahnya sejak kecil. Ia
dikirim ibunya untuk sekolah dan tinggal bersama orang Belanda dari kecil.
Sampai-sampai Hanafi lupa akan budaya aslinya, Padang .
Hanafi bersahabat karib dengan putri Belanda,
bernama Connie. Hanafi mencintai Connie. Demikian pula Connie. Banyak laki-laki
yang menyatakan cinta pada Connie yang cantik. Tetapi hanya Hanafi, laki-laki
yang mampu membuat dirinya tidak berdaya. Namun, nasib berkata lain. Connie berpikir lelaki
pribumi tidak bisa bersanding dengan perempuan Belanda. Mereka tidak akan
diterima di manapun mereka tinggal dan kemudian akah hancur rumah tangganya.
Walaupun Hanafi berjanji akan hidu seperti orang Belanda dan meninggalkan
kepribumiannya, Connie tidak isa menerima hal itu. Akhirnya Connie pindah ke
Betawi dan berpamitan dengan Hanafi melalui surat . Hanafi kecewa cintanya tidak dibalas
dan Connie meninggalkan dirinya.
Hanafi sakit-sakitan karena patah hati. Sampai
ibunya memanggil dukun untuk mengobatinya dan meminta dukun itu untuk memberi
obat agar anaknya mau menikah dengan perempuan yang telah dipilih oleh ibunya. Beberapa
bulan, Hanafi sembuh dan ia berusaha untuk melupakan sakit hatinya terhadap
Connie. Akhirnya setelah berdiskusi dengan ibunya, ia mau menerima Rapiah, anak
mamaknya, perempuan yang dipilih ibunya untuk dijadikan istri Hanafi. Selain
karena diminta ibunya, Hanafi juga harus menikah dengan Rapiah karena ia
berhutang dengan mamaknya, karena mamaknya telah memberikan segalanya demi
sekolah Hanafi.
Kelakuan Hanafi yang sedari kecil hidup dengan
Belanda tentu tidak akan bisa berubah. Semenjak menikah dengan Rapiah, Hanafi
memperlihatkan kecintaannya terhadap budaya Belanda yang bebas di hadapan
penduduk Solok dan ibunya, di mana ia tinggal. Ia memaki istrinya dan bahkan
memukul istrinya, karena ia menganggap istrinya sangat ketinggalan zaman.
Rapiah merupakan perempuan yang hanya tinggal di dapur, tidak mau melihat
melihat dunia luar untuk berkarir seperti perempuan Belanda lainnya. Setiap
tamu Belanda yang datang ia tidak malu untuk memaki istrinya yang kolot. Ibu,
Rapiah, dan anaknya selalu menangis di dapur melihat nasib mereka. Mereka
hancur hati mereka melihat Hanafi yang diharapkan dapat meneruskan kebudayaan Padang , malah
menjelek-jelekkan adatnya. Saat menikah pun Hanafi membuat masalah. Ia tidak
mau menikah kalau ia harus berpakaian adapt, ia ingin memakai pakaian ala
Belanda. Akhirnya dituruti permintaanya. Sampai mempunyai anak satu, ia tidak
berubah.
Suatu malam, ia bertengkar dengan ibunya sampai
membuat ibunya marah. Maka itu, azab Tuhan menimpanya. Ia digigit anjing gila.
Ia harus ke Betawi untuk pengobatan. Di
Betawi , ia bertemu
dengan Connie. Ayahnya sudah meninggal dunia. Connie membutuhkan teman hidup.
Namun, yang diingat hanya Hanafi. Connie senang sekali berjalan-jalan lagi
dengan Hanafi. Tetapi ia takut kalau Hanafi kembali ke Solok bersama istrinya.
Hanafi
menceritakan keretakan hubungannya dengan istri yang dijodohkan oleh ibunya. ia
juga berusaha untuk mendapatkan kembali Connie. Ia mengajukan perpindahan
tempat kerja di Betawi dan ia mengirimkan surat
cerai kepada Rapiah melalui surat
yang dikrik untukibunya. Ia menyerahkan kembali Rapiah kepada ibunya karena
ibunyalah yang memberikan Rapiah kepadanya. Connie yang pertama bimbang dengan
permintaan Hanafi. Ia takut kalau ia dianggap merebut suami orang dan ia tahu
rasanya sebagai seorang wanita yang ditinggal suaminya, karena ia juga wanita.
Tetapi ia berpikir buat apa melanjutkan hubungan pernikahan yang sudah retak,
malah akan menimbulkan dendam. Akhirnya Connie menikah dengan Hanafi, lelaki
pribumi dengan segala konsekuensi yang ada termasuk omongan orang-orang Belanda
mapun pribumi. Hanafi membuat Connie
tegar pada awal pernikahan mereka.
Namun, memang zaman belum mendukung adanya
pernikahan campuran darah ini. Connie mulai goyah hatinya. Hanafi dan Connie
berteman dengan teman-teman Belanda di sekitar tempat tinggalnya. Namun,
setelah mereka pergi, teman-temannya selalu membicarakan mereka. Saat Hanafi
pergi kerja, ia setiap minggu ditemani wanita yang membuat ia girang. Pernah
suatu kali, wanita tersebut menawarkan perhiasan kepaa Connie dengan
iming-iming ia bisa memberi gratis jika Connie mau dengan laki-laki Cina yang
diperkenalkan wanita itu. Connie marah, ia mengusirnya dari rumah. Namun, semua
terlambat karena setelah melihat wanita ini, Hanafi mengira Connie telah
berselingkuh dengan laki-laki lain saat ia tidak ada di rumah. Connie tidak
terima ia mulai tidak tahan dan seakan merasa menyesal menikah dengan laki-laki
pribumi. Akhirnya mereka pisah ranjang dan bercerai.
Hanafi akhirnya sadar jika ia salah dan kemudian
mencari Connie untuk meminta rujuk. Ia mencari dan menemukannya di Semarang saat Connie dalam keadaan kritis di rumah sakit Semarang . Namun,
terlambat, Connie meninggal dunia. Namun
demikian ia meninggal dengan
memaafkan Hanafi. Hanafi bimbang harus ke mana lagi ia mengadu.
Kembalilah ia ke Solok.
Di Solok ia bertemu dengan Rapiah, anaknya dan
mantan mertuanya pergi kembali ke Bonjol tempat asal mereka. Ia merindukan ibunya
dan menceritakan segalanya. ibunya menceritakan kepadanya bahwa selama ini ia
hidup bersama Rapiah dan anaknya di Solok. Mereka tertawa bersama serta
menangis bersama menunggu kedatangan Hanafi. Ibunya meminta Hanafi agar rujuk
dengan Rapiah. Hanafi tidak mau.
Sampai Hanafi kembali sakit-sakitan. Ibunya
khawatir dan memanggil dokter untuk mengobati Hanafi. Tetapi Hanafi tidak
tertolog lagi. Ia telah meminum obat penenang dengan dosis yang berlebihan. Hanafi meninggalkan ibunya. Hanafi pula
meninggalkan Rapiah untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Ia meninggalakan
ananya yang tidak tahu bagaimana wajah ayahnya.
Semenjak itu, Rapiah tinggal lagi di rumah ibu
Hanafi. Rumah ibu Hanafi selalu dikunjungi oleh pemuda dari luar. Ibu selalu
menceritakan betapa pentingnya sekolah, namun jangan pernah melupakan budaya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?