MENU

MENU : TERAS I MESSENGER OF PEACE I CURHATAN HATI I SASTRA & CERITA I PENGALAMAN HIDUP I IDE DAN TIPS I PRAMUKA I TENTANG TEGAL I


Instagram Instagram

Minggu, 05 Mei 2013

Pos blog zaman SMA yang JAdul

Maaf namanya tetap ya. Ini masa lalu dan tidak perlu dipersamalahkan :)


Aku mau Bilang …


“Menurut pribadi saya, sekolah dan Pembina kurang memperhatikan karate SMA 1 Slawi.
“Tetapi, kitas yang seharusnya mendekati Pak Yaedar. Kalau Pembina kurang kordinasi dengan kita, bukan salah Pak Yaedar atau sekolah yang tidak memperhatikan karate. Tetapi pengurus kurang interaksi dengan Pak Yaedar. Jadi kita yang muda harus mendekat.”
“Terima kasih atas sarannya. Saya sudah mencoba hal tersebut. Tetapi ya, ya ketika pak Yaedar kurang mendukung dalam proses administrasi pendaftaran O2SN yang diikuti Antin dan Maulidia. Itu yang saya maksud.”
“Tetapi, sebenarnya hal tersebut, bukan salah Pak Yaedar untuk  tidak membantu. Malah terus mengusahakan agar mereka bisa ikut lomba. Salah dinas yang kurang cepat dalam sosialisasi lomba tersebut.”
“Ya, begitulah” (dalam hati)
Dalam hati :
BUkan, aku salah ngomong. Bukan sekolah atau Pembina yang kurang memperhatikan, tapi aku yang kurang interaksi. Tetapi sudah aku coba.
1.      ketika aku memberikan daftar hadir untuk ditandatangani pak Yaedar. Pak Yaedar tidak tanda tangan dan malah lupa di mana menaruh buku absensi tersebut. Waduwh.
2.      Saat aku disuruh Pak Yaedar memberi nilai pada ekstrakurikuler di rapot. Aku menjalankannya.
3.      ketika aku memberikan informasi bahwa karate sudah mempunyai pengurus yang baru. Pak Yaedar menyuruh kami untuk memberikan daftar pengurus baru. Tetapi aku belum melaksanakannya.
4.      saat aku dipanggil Pak Yaedar, tentang masalah Antin yang ikut ujian kyu 1 di Brigif, pak Yaedar menanyakan sesuatu.

Tetapi aku bener kok. Karena melihat ekstra lainnya yang Pembina langsung turun tangan terlebih dahulu untuk memberikan pencerahan pada masa awal jabatan seharusnya. Tetapi di karate tidak, semua benar-benar hanya sebuah formalitas, yang penting karate ada. Aku juga bingung. Masa aku yang tidak tahu apa-apa, langsung mendapat tugas yang aku tidak tahu harus melakukan apa.
Hal-hal baru yang aku lakukan adalah :
1.      Membuat buku induk
2.      Membuat buku kas keuangan karate
3.      Membuat buku absensi

Tetapi yang melakukannya adalah Azmi dan yang mengumpulkannya juga Azmi. Aku hanya menyerahkan buku tersebut untuk diisi. Ya aku tahu mereka tidak ada yang melaksanakannya. Tapi Mas Aziz sepertinya menyalahkan aku karena 1)aku tidak pernah berangkat karate, 2)tidak peduli urusan pengurus ranting SMA 1 Slawi dan 3)tidak mempercayai omongan Mas Aziz yang itu.
Di samping itu pula, Mas Aziz tidak tahu saat aku dihadang pernyataan serius oleh Pak Suwatno di ruang wakil kepala sekolah ditemani Bu Eko.
Bu Eko bilang begini :
“ Pak Yaedar itu membidangi beberapa eskul. Dan Pak Yaedarlah yang mendirikan karate di SMA 1 Slawi. Dan hal itu tidak bisa ditentang oleh semua guru maupun kepala sekolah. Selain sudah banyak menjadi Pembina di mana-mana dan ditambah satu lagi, karate. Setiap tahun mesti tiap eskul menjatahkan uang transport ke tiap Pembina eskul, dan itulah mungkin selain mengajar, juga untuk mendapat tambahan mungkin. Masalah celana panjang, pak Yaedar tidak mau sama sekali menggantinya, karena menurut aturan olahraga celana laki-laki harus pendek. Pa Yaedar juga meminta uang buat pelatih karate, Mas Aziz sesuai dengan bayaran pegawai tidak tetap di SMA 1 Slawi. Hal itu kan memboroskan. Tetapi nanti kita diskusikan anggaran buat pelatih, kan Mas Aziz alumni SMA 1 Slawi. Pak Yaedar juga keras. Banyak guru yang protes karena murid-murid meminta guru pelajaran sebelum jamnya Pak Yaedar untuk segera menyudahi jam pelajarannya agar waktu mereka berganti baju lebih lama sebelum jam Pak Yaear dimulai. Jadi, Win, ibu tidak bisa memutuskan apa-apa, karena Pak Yaedar apa-apa. Nanti malah ada apa-apa. Masalah dua kubu. Ibu sama sekali tidak paham.”
Pak Suwatni bilang:
“Wah dari awal saya nggak setuju ada karate, itu tah inginnya Pak Yaedar. Ekstrakurikuler karate tidak jelas (sakit hati donk). Saya juga nggak tahu masalah kamu tentang ujian. Itu kan urusannya Pak Yaedar. Saya nggak mau ikut-ikutan masalah karate. Itu Pak Yaedar yang megang. Tanya saja Pak Yedar (Iya Pak, udah tadi ditelepon rumanya, nggak ada yang angkat. Dicari muter-muter nggak. Bapak yang nggak tahu. Aku ngos-ngosan). Bubarkan sajalah!(HAH). Nggak ada yang ngurusi. Nanti kalau Pak Yaedar pension, nggak ada yang megang karate lagi, ya, dibubarkan.”
“Tapi pak, sudah banyak anggotanya. Masak dibubarkan,Pak? Baru-baru ini karate diminati kelas X. jadi ada yang mau mengembangkan diri.”
“Sudah Win, nanti nunggu Pak Yaedar saja. Ibu tidak tahu apa-apa. Kalau masalah pembubaran. Kita lihat saja nanti. Terserah kepala sekolah mau menunjuk siapa.”

Bagaimana itu cuplikan percakapan aku dengan Pembina OSIS dan guru olahraga SMA 1 Slawi. Antarguru saja ribut. Jelas sekali, Pembina OSIS tidak mengetahui keadaan karate. Harusnya kan Pembina OSIS mendapat laporan keadaan karate dari Pak Yaedar. Bukannya aku menyalahkan Pak Yaedar, beliau sangat baik. Tetapi memang bermasalah sih Pak Yaedar.Tetapi bukan itu persoalannya. Aku sudah berusaha dekat. Tetapi Pak Yaedar menyuruh kita jalan sendiri. Maksudnya pa sih?
Aku sepertinya dipersalahkan oleh semua alumni (aku loh yang mersa snediri. ), karena salah ucap itu. Dasar blooon banget sih aku. Tetapi aku harus melupakan itu, ambil positifnya, kata Sufi begitu. Hehehehe.
Tahu tidak masalah sebelumnya. Begini
Waktu itu ada berita bahwa sekitar enam orang disuruhmilih Mas Aziz ikut ujian di brigif tidak. Mereka mau ujian di sana waktu itu, tetapi berubah ketika ada berita bahwa yang di Brigif itu illegal, yang legal karatenya Pak Hery. Itu kata Wisnu, bendahara kubunya Pak Hery. Katanya, Mas Aziz mau dipukul kalau ada yang ikut ujian di Brigif. Gila nggak tuh. Anak-anak istirahat konsul ke aku. Yawadh nanti pulang sekolah aku bilang.
Antin biilang kubunya Brigif, Pak Rataman kecewa sam cabang karena tidak bisa membuat atlet  Tegal mengharumkan nama Tegal di lomba karate. Contoh Tomy, anak Bojong, sekarang malah jadi atlet perwakilan dari DKI. Hebat-hebat sih, tetapi kita rugi kan kehilangan atlet sebaik Tomy, jarang kan? Selain itu juga saat mau mengadakan dan mengurimkan atlet ke kancah lomba, Pak Ratman tidak pernah dikonfirmasi sendiri.
Wisnu bilang yang asli di Pak Hery dan Pak Ratman tidak diterima di Forki ,katanya. Jadi yang legal Pak Hery, ijazahnya legalan Pak Hery. Pak Hery juga Bantu siapa namanya, pokoknya Bapaknya Ilyas, buat ujian dan , beliau dibantu secara material oleh Pak Hery. Tidak tahu trima kasih aslinya (Sok tahu banget sih). Mas Aziz itu bermulut dua, tidak punya pendirian.
Aku tahulah , Wisnu itu mata-mata cabang, sehingga cabang lewat mulut Wisnu bilang Pak Agus Dwi Prodo saja yang jadi Pembina baru. Aku bilang ke Angga yang waktu itu dititikan pesan itu. “Wisnu, jangan ikut campur masalah internal ranting dengan cabang nyuruh kita ngganti Pembina jadi Pak DP. Terserah Kepala Sekolah donk mau memilih siapa. Bukan urusanmu.”
Tapi Mas Aziz marah ketika akhirnya aku memutuskan untuk hanya Antin yang ikut ujian di Brigif yang lainnya nunggu izin Pak Yaedar tentang masalah ini.
“aku sudah nunggu lama di brigif, malah kalian baru datang. Rapat kan bisa lain waktu.”
“Loh kok gitu, kan bilangnya terserah kami mau ikut apa tidak ujian di Brigif, kok malah marah ketika aku dan Antin ke Brigif telat. Seharusnya kan tidak.”
Masalahnya bukan hanya itu. Hari sebelumnya, Antin dan Azmi juga pernah mencoba ujian lagi di 407 kubu Brigif. Tapi apa malah disuruh tandatangan sebuah pernyataan bahwa Antin dank awn-kawan ikut dalam kubu tentara. Kalau tidak keluar. Eheh malah mereka tidak jadi. Mereka tersinggung abnget aslinya. Tetapi dengan tentara masak mau dilawan. Gila banget tuh tentara. Dan pas hari aku dan Antin ke sana ada Mas Aziz. Jadi kan mereka tidak menyuruh tanda tangan pernyataan.Hari sebelumnya memang tidak ada Mas Aziz. Mas Aziz tahu tidak sih tentang soal tanda tangan ini.
Mas Aziz bilang siapapun yang menyelenggarakn  dan menghasilkan ijazah yang legal, kita harus ikut. Jadi yang pentingkita dapat ujian dan berprestasi entah darimana atau siapa yang menyelenggarakannya. Ya benr juga. Tapi akhirnya Wisnu provokasi kita. Kata Mas Aziz itu aib organisasi. Kok malah kita yang suruh tanda tngan. Wagu sekali!
Suatu hari di sekolah aku dan Antin dipanggil Pak Yaedar.
“Kemarin yang iktu ke Brigif siapa?”
“Antin, pak”
“Cuma satu, kan?”
“Iya Cuma satu. Kenapa pak “
“Kemarin simpe rodadi ke rumah saya.” (tapi aku kan tidak berani Tanya kenapa simpe Rodadi ke rumah Pak Yaedar. Itu maslah orang tua. )
“Iya Cuma satu, kemarin gini, kita sudah mencari Pak Yaedar, menelepon rumahnya tidak ada yang angkat. Kita mau konsul kalau kita boleh tidak ikut ujian di Brigif, tetapi Pak Yaedar tidak ada. Akhirnya kami putuskan kalau tidak ada yang ikut, menunggu Pak Yaedar saja keputusannya.”
“Mas Aziz bukan yang menyuruh, kan?”
(*aslinya kau mau bilang ya. Walaupun aku tahu Mas Aziz tidak mneyurh, hanya menmbuka lowongan siapa yang mau ikut, tapi kok marah sih waktu di Brigif, kita telat. Lawong belum mulai aja dan sudah ada SMA 2 Slawi, kan? Jadi kenpa harus marah kan cuma memberikan pilihan ikut atau tidak.)
“Bukan pak, inisiatif kami sendiri. Yang kelas XI tidak ikut ujian karena masih banyak waktu untuk ikut ujian yang lain. Lain dengan Anti, kan sudah kelas XII, jadi tidak mempermasalahkan masalah dua kubu. Toh sudah lulus.”
“Bagus, jadi Cuma Antin”
 Ya ampun jawaban ini kayaknya mengisyaratkan kalau Pak Yaedar agak khawatir deh. Maaf Pak
“Masalahnya kemarin tidak ada surat. Jadi Pak Yaedar tidak tahu.dan aslinya itu masalh orang tua. Anak gak  usah tahu, yang penting berprestasi.  “
“Oh begitu, yawdha Pak, masuk kelas dulu.”

Kesimpulannya siapa saja boleh iktu di tempat mana pun yang menyeelenggarakn ujian dan mempunyai sertifikat ujian yang sah. Tetapi harus ada surat ke sekolah dulu supaya Pembina dan kepala sekolah tahu.

That’s right itu poin yang aku dapat.

Aku sekarang rela aku mau dibenci oleh semua orang, tetapi aku yakin dengan usaha yang aku lakukan adalah benar. Aku tidak perlu memikirkan apa kata orang. Mau jengkel, mau pura-pura baik. Tapi aku harus yakin walaupun tidak semuanya sempurna, tapi aku harus yakin, ada kebenaran di setiap keputusan yang aku buat. Semoga aku bisa memimpin lebih baik lagi.
                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?