Kaget Ketika Pak Riko agak Marah di Depan Kelas
Maaf sebelumnya, saya menyebutkan nama dosen tersebut.
Namun, ini baru awal dari cerita yang sebenarnya akan saya ceritakan. Intinya
jangan menghakimi dosen ini sebelum kalian tahu cerita saya seperti apa.
Sekitar pukul satu siang, dua teman saya presentasi ke
depan menjelaskan tentang PT Gudang Garam. Mereka ingin tahu tentang proses
bisnis pabrik rokok terkemuka tersebut. Dari cara ucap, raut muka, dan suara,
mereka terlihat tidak antusias untuk menjelaskan kepada kami. Dilihat dari
isinya jelas acak adut. Saya pun
tidak paham apa yang mereka katakan.
Seusai presentasi, dosen saya maju ke depan dan
tiba-tiba dengan nada cepat mengatakan sesuatu kepada kami semua. Intinya,
begini, beliau bertanya, “Kalian bisa menyebut STAN itu bagus?”. Kami terdiam.
Lanjutnya,”Jika kalian melihat presentasi tadi, kami
bisa menyebut STAN itu sekolah bagus?”. Dalam hati saya, tentu tidak. Lalu
beliau menjelaskan bahwa kalian itu sudah punya standar sembari menggambar
sebuah garis di bagian atas papan tulis.
“Kalian itu, di level ini. Kalau kalian sudah di level
rajawali, berusahalah untuk melakukan sesuatu standar itu, kalau bisa setara
atau lebih. Bukan ada di bawahnya”, ucapnya.
Lalu, beliau mengatakn bahwa kami lebih baik ada di
level tengah yang tidak diperhatikan. Tidak terlalu bagus atau terlalu buruk.
Semisal mutasi, kalau ada yang tahu kalau kalian baik dan rajin di calon tempat
kalian, berarti itu bagus. Tetapi kalau kalian ternyata terkenal karena
keburukan kalian, sulit sekali untuk menghapus imej tersebut. Layakanya teori Labelling.
Akademik yang dilihat adalah bukti tertulis, bisa saja
kertas ujian maupun makalah hasil pekerjaan. Kalau bekerja, kalau kalian mampu
buat makalah kalian harus bisa menyampaikan isi dari makalah kalian. Kuliah
menilai hasil makalah kita. Bekerja yang dilihat adalah laporan atau makalah
dan saat kita berbicara menyampaikan
hasil pekerjaan. Sekolah itu tempatnya belajar, tempatnya salah. Tetapi tidak
mencoba untuk selalu melakukan kesalahan. Sekolah adalah tempat untuk mempersiapkan diri ke masyarakat nantinya. Kesalahan yang kita lakukan bisa dimaafkan di sekolah. Namun, belum tentu kesalahan tersebut dimaafkan di lingkungan kerja atau masyarakat.
Beliau mengatakan, dia mengajar 5 kelas pertama tahun
lalu dengan gaya killer dan mengajar
4 kelas lain dengan nada santai. Hasil pekerjaan paling bagus adalah kelas yang
diajar dengan gaya serius. Tapi
beliau mengatakan ya belajar itu harus dinikmati bukan ditekan.
Saya tahu maksudnya intinya adalah kita tidak boleh menyepelekan apa pun pekerjaan kita.
Wajar jika kita melakukan kesalahan di sekolah, karena sekolah adalah tempat untuk belajar, belajar memperbaiki kesalahan. Namun, kita tidak diperkenankan melakukan kesalahan terus menerus tanpa ada perbaikan.
Beliau
mengajarkan untuk BANGGA terhadap kampus kita sendiri. Waktu itu saya
benar-benar menyesal. Baru kali ini saya merasa bangga terhadap sekolah saya
sendiri. Benar-benar merasa saya dianggap menjadi mahasiswa. Saya merasa
diorangkan bahasa kasarnya. Saya merasa saya harus bisa jadi mahasiswa yang
kritis dan berani menjadi benar. Bukan pengikut arus lingkungan yang sangat
tidak mendukung keberadaan kita. Mengapa saya baru tersadar sekarang. Jujur,
untuk pertama kali, saya ingin berbuat sesuatu untuk kampus saya. Saya ingin
sekali menjadi kebanggaan kampus saya. Rasa inilah yang hilang dalam diri saya. Semoga saya bisa memupuk rasa kebanggan saya ini.
Teman, kekurangan kita ketika kita tidak bisa
melakukan apa-apa untuk lingkungan kita adalah kita tidak pernah merasa bangga
tinggal di tempat itu. Banggalah. Ketika rasa bangga itu muncul maka semangat
untuk mengharumkan nama kampus kita semakin berkobar. Berusaha sedemikian rupa
menjadi lebih baik. Mungkin di semester terakhir ini kamu merasa bangga.
Setidaknya setelah lulus, kita tetap melakukan hal baik dan menjaga nama baik
almamater kita.
Sekian dan terima kasih.
Yoi. Tp memang tujuanny satu. Supaya anak anaknya paham. Salutlah ada yg masih sabar geto.haha
BalasHapus