Qiyas
Kis adalah salah satu metode ijtihad
untuk menetapkan kesimpulan hukum Islam ketika hukum suatu kasus tidak ada
dalam nas (alquran dan hadis). Menurut mayoritas ulama, kias dapat dijadikan
dasar penetapan hukum Ulama mazab Hanafi menggunakan kiasa sehingga disebut ahl
al qiyas. Kias hanya dapat diterapkan di bidang muamalah, tidak dalam masalah
ibadah khusus.
Secara kebahasaan, kias diartikan sebagai ukuran, bandingan, atau
memperbandingkan sesuatu dengan yang lainnya.
Secara istilah, para ahli usul mendefinisikannya dengan berbagai redaksi. Menyamakan suatu kasus yang belum ada
ditetapkan dalam nas dengan kasus yang sudah ditentukan hukumnya dalam nas
karena ada kesamaan (illat) di antara keduanya. Dibandingkan dengan yang sudah
ditetapkan (menjadi tolak ukur). Status hukum yang sudah ada diterapkan di
kasus yang belum ditentukan.
Ibrahim bin Ibrahim bin Ali bin Yusuf
bin Abdullah (mazab syaf i), kias sebagai penyamaan hukum suatu peristiwa yang
belum ditentukan hukumnya oleh nass syar i dengan suatu kejadian yang hukumnya
telah ditentukan oleh nas karena ada kesamaan illat (illat=motivasi hukum)
dalam kedua peristiwa hukum itu. Perbandingan atau analogi yang telah ada dalam
nas. Contoh mengharamkan minuman khamr, mendapatkan ilat diharamkannya khamar
karena memabukkan (Al Maidah ayat 90). Sifatnya sama dengan wiski, bir, gin,
sampanye. Karena sama-sama menganggu pikiran.
Contoh pada kasus raffi ahmad ditemukan
ada jenis obat yang ternyata belum terdaftar (katenon, daun yang biasa
dikonsumsi orang nyaman). Ini belum ada ketentuan hukumnya.
Slide: pengelompokkan suatu yang
diketahui kepada suatu yang telah diketahui dalam hal menetapkan hukum pada
keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya dikarenakan ada kesamaan di antara
keduanya dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
Istilah-istilah
dalam qiyas (ashal -fara’ -al ashal- illat- jali -khafi –dalalah- syibh)
Ada empat macam unsur (rukun)
kias,
yaitu:
1.
Asl
(pokok nya sudah ada di yang sudah ditetapkan)
Disebut juga
maqis ‘alaih (yg menjadi ukuran)
Asl (nas Alquran
atau hadis)
Ex: Minuman
khamr
2.
Furuk
(cabang dari kasus atau kasus baru)
3.
Fara’
maqis (yang diukur)
(furuu’ =
peristiwa yang ditentukan hukumnya)
Furuk adalah
peristiwa meminum wiski yang hendak dicari hukumnya, yang di dalam alquran dan
hadis tidak ditentukan.
Syarat :
a.
Tidak
ada nas khusus yang menentukan hukumnya karena kias tidak dapat dilakukan kalau
ada nasnya.
b.
Ilat
yang ada pada furuk tersebut harus benar-benar sama dengan illat yang terdapat
pada hukum al asl
4.
Illat
(kesamaan)
Sifat yang ada
pada ashal dan sifat tersebut yang dicari di fara’
Illat dari khamr
adalah iskar yang terdapat dalam khamr. Illat adalah suatu sifat yang dijadikan
motivasi bagi ditetapkannya suatu hukum.
Syarat illat
yang harus dipenuhi:
a.
Harus
merupakan peristiwa yang nyata dan dapat diukur, ada keserasian antara hukum
dan sifat yang dijadikan illat, seperti iskar (memabukkan).
b.
Harus
dapat dikembangka dalam menentukan hukumperistiwa lain yang belum ada hukumnya
c.
sifatnya
tidak terbatas pada suatu peristiwa hukum tertentu
d.
tidak
berlawanan dengan nas dan ijmak
5.
Al
asl (hukum dari asl sudah ditentukan)
(hukum peristiwa
yang ditentukan oleh nas) atau ijmak terhadap peristiwa hukum. Untuk al asl
disyaratkan hukum yang terdapat dalam nas tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Tidak
bersifat khusus untuk suatu peristiwa atau orang tertentu.
b.
Bersifat
ma’ qul ms’ns (maknanya dapat dinalar dan dikembangkan)
c.
Harus
menyangkut ‘amalliyah (politik), karena hukum bidang ammaiyyah yang menjadi
lapangan ijtihad.
Proses:
1.
Eksplorasi
hukum yang ditentukan di nas
2.
Investigasi
kasus baru
3.
Penyamaan
investigasi dengan eksplorasi
4.
Penyaringan,
walau ada kesamaan tetapi ditentukan lebih dalam bukan satu kesamaan saja
(misal khamr dan ganja, belum cocok, hanya efek nya bentuknya beda 2.anggur dan
khamr, anggur dari perasan anggur yang disimpan lama sama dengan khmar.
Dilihat dari segi kekuatan dan kelemahan
ilatnya, kias dibedakan menjadi kias al jalii dan kias alkhafii
Kias al jalii yaitu kias yang ilatnya ditentukan nas atau tidak
ditentukan nas tetapi secara pasti dapat diyakini bahwa tidak ada pengaruh yang
berbeda antara asl dan furuk. Umpamanya hukum memukul disamakann dengan
mengatakan cis atau ah kepada bapak ibu (surah al Israa ayat 23). Ilatnya sama
yaitu menyakiti mereka. Tapi kalau memukul orang tua, artinya sifat pada
memukul itu lebih kuat daripada hukum yang sebelumnya, yaitu mengatakan cih
pada orang tua. Surah annisa ayat 10 diharamkan makan harta anak yatim sama
dengan membakar harta anak yatim (menghabiskan).
Kias al khafii, kias yang ilatnya diperoleh melalui istinbaat
(bukan melalui nas), dan untuk menetapkan ilat tersebut tidak dengan jalan yang
pasti. Sekalipun ilat ini kelihatan lemah, syarak tidak meniadakanya.
Pembunuhan dengan benda keras dan dengan benda tajam, karena unsur ilatnya sama
yaitu ada unsur kesengajaan dan rasa permusuhan maka hukumnya sama-sama dikisas
(diberi balasan yang setimpal). Nas yang menunjukkan bahwa dikenakan kisas
adalah pembunuhan dengan benda tajam. kias yang illatnya dapat dijadikan
sebagai illat dan mungkin pula unuk tidak dijadikan illat. Contoh: membedakan
sisa minuman bintang buas antara bekas anjing dan burung elang. Jadi, sifat si
bekas burung elang lebih rendah daripada bekas anjing yang sudah ditentukan.
Ternyata burung minum pakai paruh sedangkan anjing dengan mulut (lidah). Paruh
Ditinjau dari disebut atau tidaknya ilat
pada asl, kias dibagi menjadi tiga
Yaitu
1.
Kias
‘illat
Kias yang
ilatnya jelas disebutkan pada asl sehingga furuk dapat disamakan kepada asl
karena ilatnya sama. Contoh mengiaskan wiski dengan khamr
2.
Kias
dalalah
Kias yang
ilatnya tidak disebutkan secara jelas pada asl, tetapi ilat itu diejlaskan atau
ditunjukkan oleh lafal yang lazim bagi ilat tersebut. Menyamakan wiski dengan
khamr dengan kesamaan bau.
Dewasa dan
berharta wajib membayar zakat malnya. Kalau anak yatim punya harta banyal
gimana? Anak ini belum wajib bayar zakat malnya. Tetapi karena ada hartanya
terus berkembang dijadikan sifat sebagai analogi sehingga anak itu wajib bayar
zakat. Yang dijadikan patokan harta (yang berkembang).
3.
Kias
ma’naa
Kias yang tidak
menjelaskan sifat yang menjadi motivasi hukum antara asl dan furuk (oleh imam
al Amidi, seorang ahli fikih dan usul, disebut dengan qiyas fi mana al asl.
Contoh jika seseorang menyatakan bahwa ia memerdekakan budaknya dapat dipahami
bahwa ia tifak membedakan budak laki-laki dan budak perempuan
Pembagian dari segi jelas tiaknya ilat
suatu nas,
1.
Kias
al aula
Kias yang ilat
hukumnya pada furuk lebih kuat daripada pada asl. Kata cis dan ah kepada orang
tua dengan menyakiti. Akan tetapi memukul orang tua lebih haram hukumnya.
2.
Kias
al musawi
Kias yang hukum furuknya mempunyai ilat hukum yang
berkekuatan sama dengan ilat hukum asl, contoh makan anak haram sama dengan
membakra harta mereka
3.
Kias
al adna
Kias
yangeterkaitan hukum furuknyasengan hukum asl ebih lemash misal kias apel kpd
gandum dalah hal tukar menukar
Kias syibh: qiyas yang fara’ dapat dikiaskan kepada dua ashal
atau lebih, akan tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamannya. Contoh
masalah perbudakan: hukum merusak budak dapat dikiaskan kepada hukum merusak
orang merdeka. Tapi dapat juga dikiaskan kepada merusak harta benda, karena
budak dapat dikategorikan sebagai harta benda, namun budak dikiaskan ke karta
benda karena lebih banyak persamaannya, dibanding orang merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?