MENU

MENU : TERAS I MESSENGER OF PEACE I CURHATAN HATI I SASTRA & CERITA I PENGALAMAN HIDUP I IDE DAN TIPS I PRAMUKA I TENTANG TEGAL I


Instagram Instagram

Senin, 14 Maret 2016

Di Mana pun Kau Berada, Bahagialah


DI MANA PUN KAU BERADA, BAHAGIALAH..

Assalamualaikum wr.wb.
Selamat malam bagi semua blogger se-Indonesia. Malam terang di musim hujan ini membuat pikiran untuk menuangkan dengan terang apa yang ada di dalam hati dan pikiranku saat ini. Serasa sudah setahun atau terasa sangat lama, aku tak menuliskan percikan ide ataupun secuil curhat yang kadang isinnya berkobar-kobar. Mungkin inilah saat ini waktu senggang yang aku miliki di malam yang dinginnya tidak terlalu menusuk tapi anginnya membuat mataku sayu, seakan ragu apakah akan kulanjutkan tulisan ini. Yah, aku akan tetap melanjutkan tulisan ini walau angin tidak akan berhenti menggerakkan udara di malam sunyi ini.


Kubuka telepon genggamku dan kuputar lagu kesukaanku, yaitu selamat datang yang dinyanyikan oleh Duta dan bandnya, Sheila on 7. Lagu di mana yang menyemangatiku untuk tetap bahagia dan menjadi dewasa di manapun aku berada walau jauh dari rumah dan orang tua. Oh,, dimanapun kau berada, oh... bahagialah.. Lagu yang sangat pas untukku yang sudah hidup merantau untuk bekerja di kota pelajar, Yogyakarta. Kota terunik yang pernah aku kunjungi, dan sekarang menjadi pelabuhanku untuk menempa diri membangun bangsa dan negara. Kota yang sudah aku impi-impikan semenjak duduk di SMP kelas 9. Kala itu sangat jelas di pikiranku bahwa aku ingin melanjutkan SMA di kota berbudaya ini tetapi apa daya orang tua tak sanggup melepaskanku pergi jauh dari kota kelahiranku, Tegal. Teringat jelas alasan orang tua tidak rela melepasku karena aku adalah gadis manja yang masih belum mampu mengatur jadwal, belum bisa mencuci pakaian sendiri, bahkan memasak. Itu alasan yang tidak masuk akal menurutku karena sejak Sekolah Dasar kelas 5 aku sudah mengikuti pramuka, saat di mana aku belajar segalanya untuk mandiri. Yah,, waktu terus berlalu, impian untuk tinggal di sini tetap ada di pikiranku, langkahku, usahaku, dan doaku.

Mendambakan berkuliah di UGM adalah hal lumrah untuk setiap siswa kelas XII SMA di kotaku tinggal. Bukan karena UGMnya, tetapi karena Jogjanya. Yah, masih karena Jogjalah alasanku untuk mencari segala cara agara aku dapat tinggal di sini. Berharap menghirup segarnya udara pagi di kota Jogja setiap harinya. Namun, tantangan menempa salah satu tahap dalam perjalanan hidupku. Aku diminta Allah untuk melanjutkan sekolah tinggi di Jakarta, tepatnya, di Bintaro, Jakarta Selatan. Tidak pernah terpikirkan akan tinggal di Jakarta dan Jakarta tidak pernah menjadi pilihan dalam melanjutkan pendidikan.

Aku harus tetap kuat dan bahagia di manapun aku berada, termasuk di Jakarta. Jakarta tidak buruk menurutku. Malah pernah terbesit di pikiranku untuk tetap di Jakarta saat magang atau bekerja nantinya karena melihat fasilitas yang ada di Jakarta. Bisa dibilang apa saja ada di sana, dari barang yang termurah dan barang yang tidak bisa dibeli. Haha. Dari barang langka sampai barang yang umum ditemui. Keadaan ini berbeda sekali dengan Tegal, yang tidak semua barang dapat di beli, jangankan dibeli, ditemui saja tidak.  Telepon genggam terbaru pun sudah ada di Jakarta sebelum beredar ke seluruh Indonesia. Jakarta mudah dijangkau menurutku, aku bahkan jarang sekali tersesat ketika mengendarai sepeda motor tuaku di jalan beraspal panas Jakarta. Aku menikmati sekali berjalan berkeliling Jakarta. Bundaran HI yang sekarang dilarang untuk dilalui Jakarta, aku sudah pernah memutarakan roda sepeda motorku di sana. Masuk gang sempit, salah masuk jalan tol, putar balik jalan, bersenggolan dengan spion mobil, diklakson oleh kendaraan lain adalah satu dari beberapa unik yang bakal kamu alami. Bagi kalian yang suka naik transportasi umum, tidak akan pernah merasakan betapa ‘ramahnya’ orang Jakarta, yang salah malah teriak-teriak sendiri. Aku ‘pernah’ naik transportasi umum Jakarta, walau itu bukan kegiatan favoritku. Tidak akan bisa dibayangkan jika setiap pagi kalian berlomba menghitung 1, 2, dan 3 untuk masuk ke dalam KRL. Kegiatan yang ‘sangat’ menyenangkan untuk sesekali saja, bukan setiap pagi yah.

Setahun menganggur, aku pun memutuskan dengan sambil berdoa mendapat magang di Tegal, tempat terdekat dari rumah. Walaupun sebenarnya jarak tempuh antara rumah dan kantor adalah 30 menit. Menurutku cukup jauh karena setiap pulang magang, yang kulakukan hanya tidur dan kemudian bangun kembali. Haha. Banyak hal yang baru aku dapatkan di tempat magang, benar-benar persiapan bekerja. Tidak bisa dibayangkan aku akan bekerja tanpa training terlebih dahulu.

Impianku satu persatu terkabul. Allah yang Maha Kuasalah yang membuat itu terjadi. Selain bisa menginjakkan di negara yang sejak kecil aku inginkan, aku pun ditempatkan di kota yang aku idolakan. Yap, betul, Yogyakarta. Alhamdulillah wa syukurilah, aku diberikan lebih oleh Allah, Penciptaku yang Maha Hebat. Aku memilih Bantul, Semarang, dan Makasar kala siang itu, saat orang-orang sebelumnya sudah mengisi poling penempatan, aku berpikir, poling itu tidak akan berpengaruh apa-apa kepadaku. Kemudian telepon berdering memaksaku untuk segera mengisi polling penempatan. Aku sambil kesal memaksakan diri mengisi poling yang aku anggap tidak penting. Namun demikian, satu hal yang aku inginkan yaitu Bantul. Aku pikir tidak akan ada yang memilih Bantul, karena jauh dari kota dan aku sudah tahu betul jalan di Bantul, karena setahun aku tinggal di Bantul.

Kota Yogyakarta, persis berdampingan dengan Keraton Yogyakarta, aku tinggal. Hanya 15 menit aku berjalan untuk mencapai kantorku yang baru. Hampir 8 bulan sudah aku belajar di tempat yang baru dan mendapatkan teman yang baru. Banyak hal yang aku lalui dan banyak pula hal yang akan aku ceritakan di sini.

Inti dari cerita malam ini adalah betapa bersyukurnya aku bisa bekerja di Jogjakarta karena dulu aku merasa aku tidak sanggup bekerja sebagai ASN aka PNS yang terlihat monoton dan tidak ada tantangan. Namun, semua itu salah, akulah, kamilah pembaharu bagi kantor tempat kami bekerja. Kamilah inovator, pencipat hal-hal yang baru, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Banyak tantangang yang muncul tiba-tiba atau aku mencari tantangan itu sendiri.

Tanda tanganku terpampang di path seorang pelanggan yang merasa kecewa atas pelayananku merupakan salah satu hal yang baru dalam hidupku. Seorang wartawan yang tiba-tiba mengeluarkan kartu pressnya memaksa aku menurutinya, kalau tidak aku akan dimasukkan dalam korannya adalah hal lain yang masih aku tertawakan saat ini. Aku menertawakan diri sendiri mengapa aku takut kala itu. Pengalaman luar biasa, ketika aku harus lembur sampai jam 10 atau 11 malam hanya untuk mengerjakan kiriman pos atau sekarang-sekarang ini, di mana kebanyakan pegawai lainnya bersiap pulang pada pukul 17.00, aku malah baru memulai pekerjaanku di sore hari dimana sambungan intranet atau internet bebas aku pakai. Aku senang jika pekerjaanku selesai pada hari itu karena aku yakin besok akan ada pekerjaan lain yang menanti.

Bertemu teman satu meja, yang satu tahun lebih muda dariku membuatku merasa bermain saat bekerja, saling berdiskusi karena sama-sama baru. Menangis saat ditinggalkan oleh senior handal ke lantai atas. Aku merasa beban ada di pundakku, merasa aku menjadi bayi prematur, yang belum pantas untuk menjadi senior kedua, dipaksa menjadi yang ‘dituakan’. Kadang merasa lelah karena harus mengalah dengan senior lain yang berkebutuhan khusus, seperti menyusui dan merokok. Namun, semua itu adalah tantangan tersendiri bagiku, lumayan bisa sebagai cara diet alami, menahan lapar sampai pukul 13.00 atau 14.00.

Semua itu harus disyukuri, karena hal di atas mungkin tidak akan terjadi kalau aku bekerja di provinsi lain. Aku harus rajin-rajin bersyukur, karena aku sudah ditempatkan di Jogjakarta. Aku diharuskan bekerja sampai mata tersayu-sayu pun aku akan rela lakukan sebagai bentuk syukurku kepada Allah karena telah menempatku di kota berhati nyaman ini.

Segala bentuk perjuangan, keringat, terkurasnya tenaga dan pikiran adalah bentuk ibadahku kepada Allah. Kalau dipikir-pikir, gajiku tidak lebih tinggi daripada orang yang bekerjanya sama persis denganku dengan beban pikiran dan waktu yang sama. Namun, gaji hanyalah bersifat duniawai saja. Keikhlasan dan kerelaan hati yang diajarkan oleh ketua Pusdiklat Pajak waktu aku belajar di Jakarta tahun lalu. Keikhlasan bekerja dan mengabdi kepada negara dan bangsa ini adalah kunci agar kita tetap tersenyum dalam bekerja dari pagi sampai sore. Semoga keikhlasan ini dibalas oleh Allah dengan mempertemukan orang-orang yang baik hatinya mau membantuku dalam beribadah, mempercepat pekerjaan di kantor dengan berbagai bentuk cara.

Terima kasih untuk Mba Kiki yang senantiasa mendengarkan celotehanku dan mau mengingatkanku kalau ada salah atau kealpaan. Terima kasih untuk Mas Agus yang sangat sabar menjawab pertanyaan pelanggan dan pertanyaanku dari awal aku masuk sampai sekarang masuk. Terima kasih mba Fajar yang senantiasa mengingatkanku akan ketidaksukaanku pada birokrasi kantor ini. Terima kasih untuk Mba Anika yang dengan senang hati meringkan pekerjaan kami tanpai diminta untuk membantu. Terima kasih untuk Mas Jay yang senantiasa mau belajar hal yang baru di tempat yang baru. Selamat datang Mas Jay. Terima kasih Adit yang mau diajarin hal yang baru dan akhirnya mendapatkan hal baru dari Indri. Terima kasih untuk Indri yang mau setia guyonan denganku di kala aku sedang stress dan menolongku bikin SKP haha. Terima kasih untuk Mas Edo yang senang mendengarkan curhatku tentang berbagai hal dan sudah menumkan cara jitu yang katanya berusaha 10 langkah lebih cepat dari cara sebelumnya. Terima kasih untuk mba Putri yang sekarang sudah tahu tentang selak beluk perpajakan, satpam cantik yang sudah hapal bagaimana menangani pelanggan dengan baik. Terima kasih mba Ratih yang semua-semuanya diserahkan kepadaku, tetapi tetap senang membantuku. Terima kasih mba Sasi yang sudah senantiasa mendengarkan celotehanku yang tidak penting dan mau bercapai capai ria untuk pulang agak ‘sore’ dan sudah sabar banget dengan cerewetnya pegawai lain yang hanya bisa ‘cerewet’ tanpa aksi. Sungguh aku bangga pada orang-orang ini, walau masih sebagai pelaksana, tetapi jiwanya pemimpin. Pemimpin buka suatu jabatan, pemimpin itu sikap dan tingkah laku. Kalianlah panutanku, contoh yang terlihat nyata di duniaku sehari-hari. Kita bertemu 10 jam dalam sehari 24 jam. 41,667 persen waktuku untuk bertemu denganku, atau hampir setengah hari aku bertemu denganmu, bahkan lebih banyak bertemu dengan mu wahai kawanku dibandingkan dengan keluargaku sendiri. Semoga tetap terjalin persaudaraan yang baik antara kita dan bermanfaat, bersama-sama membangun bangsa dan negara ini.



Terima kasih

14 03 2016
HR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?