“Imaginasi adalah segalanya. Imaginasi adalah penarik masa depan. Imaginasi lebih penting daripada pengetahuan”
Saya kutip kalimat di atas dari tulisan blog seseorang. Saya merasa yakin bahwa itu benar adanya karena Eisntein lbih tua malah jauh lebih dahulu lahir dengan segudang pengalaman dalam hidupnya. Saya akui bahwa itu benar. Aku selalu berimajinasi untuk pergi ke negara yang aku idam-idamkan, dan itu adalah China. Dari SD, SMP, saya selalu memilih negara lain yang ingin dkunjungi adalah China. Entah kenapa, film dan lagu luar yang pertama kali saya dengar adalah bahasa China. Bahasa Inggris pun masih jarang waktu saya duduk di bangku sekolah dasar.
Saya selalu berjalan dahulu tanpa tahu bagaimana saya menghentikan langkah kaki saya atau pun saya bahkan tidak tahu kapan saya harus berhenti. Ketika saya mulai berjalan saya hanya berpikir, mengapa saya harus berhenti. Saya manusia diutus TUhan untuk memelihara bumi bukannya berdiam diri?
Salah satunya adalah ketika saya melakukan sesuatu, saya bahkan tidak tahu langkah apa setelah langkah pertama. Haruskah saya belok kiri atau belok kana atau berhenti atau tetap jalan di tempat. Itu adalah pilihan hidup. AKhir akhir ini saya akhirnya memilih untuk berjalan lurus tanpa melihat kanan dan kiri, itu salah sebenarnya. Saya hanya berdoa kepada Allah, TUhan saya yang paling sayang kepada saya dan percaya bahwa DIa akan menolong saya selalu, setiap detik, setiap denyut nadi, dan setiap hembusan nafas saya.
Orang lain boleh berkata tidak mungkin, tidak bisa, tidak pasti. Saya hanya akan bertetapan dalam hati bahwa saya siap mengambil risiko apa pun, walau taruhannya adalah nyawa. Saya sayang kepada Ayah dan Ibu, tetapi kepercayaan saya akan Tuhan lebih tinggi, bahwa Tuhan pasti menolong saya hari ini atau pun besok. Akhirnya, saya putuskan untuk melangkah terbang ke Negeri seberang, mendapatkan teman baru, suasana baru, pengalaman baru, dan hati yang baru.
Saya memang tak mampu berjalan tanpa Ayah dan Ibu di samping saya, saya akui sampai saat ini, di mana orang tua dengan sukarela membantu saya melanjutkan pendidikan di kampus Ali Wardana, tetapi hati ini tidak mampu berbohong dan menangis ketika tahu bahwa saya telah salah masuk kampus. Saya hanya mampu berdiam diri di kamar dan kampus tanpa mampu berkembang dengan kesempata yang ada. Sayalah yang mencari kesempatan dan mencipatkan peluang untuk saya sendiri. Saya rasa Ayah dan Ibu tidak mampu memberikan kesempatan, tapi saya sendirilah yang harusnya mencipatkan peluang bagi diri sendiri dan orang lain. Saya pernah marah kepada orang orang di sekeliling saya bahwa saya dianggap diperalat orang untuk mengharumkan nama organisasi. Tapi memang organisasi tidak memberik makan kita, tapi tanpa organisasi saya tidak mempunyai teman yang mau berbagi kasih dan kesempatan.
Tuhan sebanrnya adil, hanya saya yang tidak tahu bersyukur,
ya ALLAH, aku bersyukur atas nikmat kasih sayang orang tua kepadaku, nikmat nafas, laptop, helm, daun, tangan, dan lain-lainnya yang tidak mungkin aku mampu mengatakan semuanya.
Ini TEKAD dan NEKAD. Bismillahirrohmanirrohim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?