MENU

MENU : TERAS I MESSENGER OF PEACE I CURHATAN HATI I SASTRA & CERITA I PENGALAMAN HIDUP I IDE DAN TIPS I PRAMUKA I TENTANG TEGAL I


Instagram Instagram

Minggu, 20 Oktober 2013

Menjadi Bangsa yang Terbaik

Mengayuh sepedaa tuamu tanpa lelah
Keringat mengucur deras dari dahi tidak kau hiraukan

Cuplikan puisi di atas bercerita tentang perjuangan guru atau pendidik demi memperjuangkan kecerdasan. Kalau melihat itulah salah satu tujuan dibentuknya negara (Indonesia), yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya lewat guru atau pendidik. Saya tidak akan bercerita tentang pendidik yang materialistis, karena saya percaya bahwa tidak ada pendidik yang materialistis. Pendidik akan selalu membuat dirinya lebih baik agar dapat dilihat dan ditiru oleh para anak didiknya, salah satu guru (read: lecturer) saya. 

Terlepas dari ada tidaknya gaji yang didapat beliau, beliau (tanpa sebut nama) meluangkan waktu padat beliau demi membimbinga anak didiknya dalam ikut suatu kompetisi penelitian ilmiah. Waktu minggu pun beliau sempatkan. Walau beliau terkesan marah dan terlalu membuat  down  anak didiknya, beliau tetap memberikan solusi. Mungkin saya tidak bisa bilang marah atau mengunderestimate  anak didik. Beliau hanya 'terlalu' tegas atau tegas, entah dari ketepatan waktu datang, susunan format penulisan, mencetak hasil tulisan kami, membaca dengan cermat aturan yang seharusnya ada, dan lain-lain terkait proses belajar.


Beliau mengatakan bahwa bukan hasil yang kalian dapat nantinya, bukan kalian dapat hadiah atau penghargaan. Penekanannnya pada proses belajarnya. Bagaimana kalian bisa berhasil kalau kalian tidak pernah belajar. Mungkin belajar itu proses bukan hasil. Kelihatannya itu hal paling harus saya pahami bahwa belajar adalah proses seumur hidup, belum tentu hasil akan saya terima di dunia. 

Beliau juga mengajarkan jika saya jangan mudah merasa rendah diri atau cengeng atau berkecil hati ketika orang lain marah kepada kita atas kesalahan kita, ketika orang lain mengunderestimate kita, ketika orang lain membenci kita karena kita tidak akan pernah dianggap benar oleh orang lain, jadi santai. Setiap tindakan yang saya dilakukan akan selalu selah di mata orang lain entah hanya tidak suka atau memang dicari kelemahan kita. Kita tidak akan pernah sempurna di mata orang lain. Jadi cukup pantas bagi kita untuk terus memperbaiki diri. Itu saja. Tetap santai.

Hal unik yang pernah diajarkan adalah kalau ada anak yang terlambat, ya terlambat saja. Beliau tidak mengurus dan memikirkannya. Beliau hanya menekankan untuk menghargai waktu dan komitmen. Mulutmu adalah harimaumu. Sekarang saya mulai berhati-hati walau agak khawatir tentunya. Tapi kadang saya merasa saya banyak juga salahnya ketika beliau mengatakan banyak hal. Dari segi waktu saja, saya hampir tidak dapat mengatur dengan cukup baik. Inilah waktunya memperbaiki diri.

Hal lain yang membuat saya tertegun adalah "Buat diri kalian sebagai bangsa terbaik." Saya harus selalu belajar dan tidak boleh sombong. Saya tidak dapat kembali mengatakan "Malaysia saja pernah belajar kepada kita", ya itu hanya masa lalu. "Negara Indonesia adalah macan Asia", ya itu dahulu, "Malaysia tidak ada apa-apanya", ya sekarang kenyataanya kita dapat melihat Malaysia mampu mengangkat ekonomi dan pendidikan mereka di sana. Singapura saja, gaji paling kecil sekitar 25 juta kalau dirupiahkan, lalu apa pantas kita sebagai bangsa sombong karena apa yang pantas kita sombongkan sekarang. Jadikanlah kalian bangsa terbaik membuat saya tahu bahwa saya harus belajar lebih kuat. 

"mungkin" saya hanya akan menjadi pegawai kecil di suatu institusi (kenyataan buruk mungkin) di Indonesia dengan gaji yang cukup. Mungkin dunia tidak melihat saya sebagai oraang baik atau rajin. Harapan pada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?