Senja di sore ini akan menemaniku untuk
mengantarkan kepada kalian adanya keindahan perbedaan. Perbedaan sudah
sangat sering dijumpai dalam keseharian kita. Ada laki-laki ada pula
perempuan. Ada malam dan ada pula siang. Kadang cuaca sangat panas dan
kadang pula sangat dingin. Perbedaan tidak hanya didapat dengan
penglihatan seperti kita melihat wujud laki-laki yang tampan dan
perempuan yang anggun. Perbedaan tidak hanya pula dirasakan layaknya
merasakan panasnya sinar matahari dan dinginnya hujan. Perbedaan tentu
dirasakan dengan pendengaran ketika azan Subuh berkumandang di fajar
pagi tanda siang dan azan Magrib menjelang malam. Lalu apakah masih ada
yang tidak menerima perbedaan?
Perbedaan
itu suatu yang pasti walau aku tidak tahu apakah perbedaan itu mutlak
layaknya perbedaan budaya. Budaya tidak seperti perbedaan siang dan
malam yang dapat diamati secara ilmiah saja, melainkan budaya adalah
proses sejarah yang dilalui oleh sekumpulan orang di suatu wilayah
tertentu sebut saja Malaysia dan Indonesia. Ada bagian dari Indonesia
yang serumpun dengan Malaysia yaitu bangsa Melayu yang tinggal di pulau
Sumatera dan wilayah Malaysia.
Sebenarnya
saya tidak pantas menulis perbedaan di antara dua negera di atas tanpa
ada buku maupun sumber referensi yang handal. Saya hanya menulis apa
yang saya dengar dan apa yang saya lihat saja. Dari segi hukum Indonesia
dan Malaysia memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Walau dua negara
ini sangat berdekatan tetapi hukum yang diberlakukan masing-masing
negara berbeda. Indonesia mengenakan civil law dan Malaysia
memberlakukan common law. Hal ini dikarena perbedaan siapa yang pernah
menjajah negara itu sebelumnya. Indonesia pernah dijajah oleh Belanda
sedangkan Malaysia pernah dijajah oleh Inggris.
Indonseia
pernah dijajah oleh Belanda tidak luput dari sejarah Belanda itu
sendiri sehingga di Indonesia memberlakukan civil law atau European
Continental Law. Belanda adalah jajahan Perancis yang semua orang tahu
bahwa Napolen Bonaparte perbah berjaya sebagai penguasa Prancis. Prancis
pun tidak dapat dipisahakan oleh Kerajaan Romawi, kerajaan dengan
sumber perdapan yang besar dan mempengaruhi pemikiran para tokoh atau
cendekiawan sampai saat ini, sebut saja Cicero misalnya. Justinian I
pemimpin kerajaan Romami kala itu membukukan kitab undang undang yang
dikenal dengan Corpus Juris Civilis. Kitab berisi kumpulan hukum ini
menjadi acuan dalam menindak segala hal terkait dengan hukum dan warga
negara di Romawi kala itu. Perancis yang sangat dipengaruhi peradabannya
oleh Romawi memberlakukan Code ini negaranya. Peranci negara yang
dikenal sebagai negara yang gemar mengarungi samudera berhasil
menaklukan wilayah Belanda. Hukum concordance berlaku pula di Belanda
bahwa hukum yang berlaku di negara jajahan adalah hukum di negara yang
menjajah. Demikian pula Indonesia yang berhasil takluk pada Belanda
lebih dari 3 abad amanya tentu sangat erat dengan hukum buatan Romawi
ini.
Lalu
apakah Indonesia tidak mampu membuat hukum sendiri padahal Indonesia
sudah jaya sejak Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit menaklukkan
Asia? Dijajah dan diubah ola pikirnya selama 3 abad lebih bukan
merupakan waktu yang sangat singkat. Tiga abad adalah waktu yang lama
untuk menanamkan pola pikir dan kebiasaan. Lihat saja Jepang yang hanya
3,5 tahun tidak mampu megubah kebiasaan dan hukum Belanda yang sudah
berlaku lama di tanah Hindia ini.
Selain
itu pula Belanda bukan membuat sendiri hukum di negaranya. Belanda pun
sama dengan Indonesia yaitu mengadposi dari hukum yang berjaya di
Perancis kala itu. Membuat hukum atau code membutuhkan waktu yang tidak
hanya 68 tahun namun berabad abad lamanya dari kerajaan Romawi sampai
Perancis berjaya. Sehingga bangsa Indonesia tidak harus minder dengan
hukum yang ada di kita toh ada hukum yang sama antara di Belanda dan di
Insonesia karena Indonesia bekas jajahan Belanda.
Alasan
klasik yang muncul adalah demi mengisi kekosongan hukum yang ada, ada
pepatah yang mengatakan bahwa kekuasaan ada tanpa hukum hanya akan
tirani. Sudah ada presiden dan wakil presiden kala itu belum ada hukum,
tentu hal ini akan berbahaya jika keduanya tidak amanat. Walau ada
banyak hal yang sudah tidak sesuai dengan kebiasaan dan cita cita luhur
bangsa namun tetap dipertahankan sampai saat ini.
Malaysia,
saya tidak mampu untuk membicarakan lebih akan hukum di Malaysia.
Sekedar bercerita kembali kepada teman-teman bahwa Malaysia menganut
common law. Common Law ini bisa saya katakan bahawa begini kalau ada dua
orang yang sama-sama membunuh dengan alasan yang sama, keadaan yang
sama, maka hukuman keduanya harus sama , misala hukum mati. Inilah yang
membedakan dengan civil law yang tidak menyamakan hukuman karena lebih
condong pada keputusan hakim. Civil law sangat bergantung pada kitab
kita undang -undang atau peraturan tertulis lainnya sedangkan commonlaw
sangat bergantung pada keputusan hakim. Keputusan hakim akan menjadi
precedent bagi hakim hakim yang lain untuk memutuskan suatu perkara. Di
perpustakaan hukum universitas Malaysia tidak akan kita temui buku
undang-undang seperti di Indonesia. Di sana kita akan melihat kumpulan
kasus-kasus dan hasilnya yang dibukukan dengan rapi. Jelas acuan sumber
hukum Indonesia berbeda dengan Malaysia. Hakim Indonesia harus belajar
undang-undang sedangkan hakim Malaysia belajar kasus-kasus.
Dari
segi sejarah, Malaysia yang pernah dijajah oleh Kerajaan Inggris.
Malaysia tidak memerdekan dirinya sendiri melainkan mendapat kemerdekaan
dari Inggris sehingga Malaysia masuk dalam negara Persemakmuran Inggris
Hukum di sana pun mengikuti yang ada di Inggris yaitu menggunakan
sistem common law, yaitu keputusan hakim menjadi panutan bagi hakim yang
lain. Saya belum belajar banyak berapa lama Malaysia dijajah oleh
Inggris namun dapat dipastikan keadaan hukum dan ekonomi Malaysia
'mungkin' masih bergantung dan dibantu oleh Inggris sampai saat ini.
Saya sendiri belum belajar banyak apa yang menjadi latar belakang common
law itu.
Berdasarkan
hasil renungan saya tanpa ada bukti yang jelas. Hehe, common law ini
memperhatikan keadilan. Adil itu sama rata. Jadi ketika ada orang yang
sama sama mencuri maka hukumannya sama dengan pencuri sebelumnya dengan
pertimbangan tertentu. Lalu kalau ada atau muncul kasus yang belum
pernah ada? tentu karena negara common law itu kebanyakan diberlakukan
di negara Persemakamuran Inggris, Malaysia akan merujuk pada kasus di
negara lain. Walau dalam hati kecil saya tentuk masalha geografis di
Malaysia dan di Inggris saja sudah berbeda, masak mau disamakan
sanksinya.
Ada
yang bilang kalau Malaysia itu negara Islam? Saya pernah didebat oleh
seseorang tiga tahun lalu terkait ini. Dia bilang, "Lihat Malaysia,
mereka pakai alquran dan hadist dalam hukumnya, mengapa Indonesia yang
lebih banyak jumlah muslimnya tidak menggunakan alquran dan hadist dalam
hukumny?" Saya waktu itu hanya bilang kita ini negara dengan
pluralistik yang sangat tinggi tentu jalan tengahnya ya Pancasila. Dia
mengeluarkan ayat alquran dna hadits. Saya hampir menangis waktu itu.
Namun akhirnya saya menemukan jawabannya ketika saya bertemu dengn teman
Malaysia saya yang berkunjung di Jogja kemarin.
"Iya,
kami menggunakan alquran dan hadist, namun hanya untuk kalangan muslim
saja sedangkan yang non muslim memakai civil law biasa. Ya namun muslim
dapat pula mengajukan ke civil court walau sudah tersedia syaria court.
Alquran dan hadist dikenakan pada sekiranya pernikahan, harta waris dan
perbankan sharia. Tetapi ya.kebanyakan pakai law civil. Jika ada
kalangan muslim yang tidak puasa di shariacourt dapat mengajukan banding
ke civil cour." Saya tidak tahu istilah ini benar adanyaa atau tidak.
Ini yang saya dengar saja. Dalam hati noh, Malaysia kamu jadikan acuan.
Malaysia sama halnya dengan kita. Mereka pun tidak memaksakan semuanya
memakai alquran dan hadist walau ada hadud dan dan jinayah yang dipakai
di sana. Kesamaannya pada hal pemberlakukan pada yang muslim saja. Maka
itu saya heran darimana dia bisa beranggapan bahwa Malaysia saja
memberlakukan Alquran dan Hadist sebagai dasar hukumnya kok Indonesia
gak? Jujur saya belum mampu menyimpulkan dengan benar apakah benar
seperti itu. Kenyataannya teman saya yang belajar hukum di Malaysia
mengatakan demikian di atas. Yang jelas adalah Malaysia memberlakukan
Common Law di negaranya. Titik. Dalam perkiraan saya, hukum jinayah atau
pidana itu diberlakukan pada orang muslim saja di sana, dan disidang di
sharia court. Kalau dia tidak puas, dia mengajukan ke civil court. Lalu
apa gunanya ada common law? #evilface
Andai
saja saya punya ilmu ini tiga tahun yang lalu bisa saya hajar
habis-habisan teman saya ini dengan kenyatan yang ada dan bukan hanya
dalil dalil yang dipotong potong seenaknya oleh dia. Hehe. Yang lalu
biarlah berlalu.
Saya
sebenarnya masih sepotong sepotong mengerti hukum yang diberlakukan di
Malaysia karena dalam satu hal dia menggunakan keputusan hakim dalam
menangani kasus yang lainnya sedangkan dalam hal lain dia menggunakan
hukum jinayah pada orang muslim di Malaysia. Bukannya apa yang ada di
Alquran sudah jelas mengapa merujuk kepada keputusan hakim sebelumnya.
Walau mungkin saja keputusan hakim sebelumnya juga merujuk pada Alquran
dan Hadist. Saya masih mempertanyakan ini.
Ada
hal lain yang mungkin diketahui teman-teman di Indonesia, polisi
Malaysia itu lebih kejam daripada di Indonesia menurut kacamata saya.
Ketika polisi mengejar penjahat, adegannya mirip dengan film film
bollywood di mana polisi tidak akan berhenti mengejar walau menganggu
lalu lintas merusak pasar menghalangi orang lewat dan sebagainya sampai
penjahat itu tertangkap. Dan ketika ada orang sipil tertembak itu sudah
wajar. Hah? Yang penting penjahat tertangkap. Inilah yang saya tangkap
dari hasil diskusi saya dengan teman saya yang pernah ke sana. Warga
sipilnya gimana? Ya udah biasa mungkin. Kalau saya di sana, saya akan
pingsan berdiri pastinya.
Ketika teman-teman mengklakson motor kalian, kalian akan dilaporkan pengendara lainnya karena menganggu. Membunyikan klakson di sana dianggap tidak etis (mungkin) karena menganggu. Mengklakson malah dipenjara? Oh No. Saya tidak tahu alasan yang jelas mungkin karena bikin kaget dan menganggu konsentrasi saja. Lihat saja di Indonesia, buat apa ada klakson kalau tidak dibunyikan. Bukan Indonesia kalau tidak ramai dengan orang-orang yang tidak sabaran untuk lewat. Mungkin inilah alasan Malaysia melarang membunyikan klakson agar tidak berisik dan agar tertib.
Hal
yang mungkin bisa terjadi di Malaysia dan Indonesia. Sewaktu saya
bilang kepada tukang parkir di Jogja," Pak Kunci stang tidak?'. Dia
menjawab,"tidak usah". Teman saya yang baru datag dari Malaysia bingung
dang langsung berkata, "kalau di kami, motor ni langsung dicuri jika tak
dikunci stang." Haha, saya pun beranggapan sama. Jika saya masih di
Jakarta, saya harus mengunci stang motor saya. Namun kalau di Jogja,
kalau di kunci stang malah akan dinasehati," Kamu gak percaya? takut
ilang?" Saya kapok dibilangin seperti. Lebih baik saya bertanya saja to
kalau memarkirkan motor di Jogja.
Itulah
kilasan perbedaan Malaysia dan Indonesia. Hanya sedikit tapi semoga
bermanfaaat Jika ada salah dalam istilah, kalimat, kandungan isi, kritik
akan sangat membantu saya. Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa pendapatmu atas tulisa saya di atas?